Jumat, 17 Desember 2010

PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membu tuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.
1.2.Tujuan dan manfaat
Tujuan adalah untuk mengetahui manfaat pengolahan limbah padat aren sebagai bahan baku kompos dengan penambahan starter alami berupa kotoran sapi dan kotoran kerbau.
Manfaat Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
1.3. Masalah
Masalah yang ditimbulkan berupa pencemaran lingkungan ( tanah, air dan udara). Sementara itu pengetahuan petani sangat kurang dalam mengolah limbah kotoran ternak (sapi dan babi), sehingga kotoran tersebut dibuang dan mencemari lingkungan disekitarnya. Dalam upaya menanggulangi limbah di atas dilakukanlah pengolahan kotoran sapi dan babi menjadi pupuk organik (kompos).



II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengolahan Limbah
Akibat dari aktifitas kehidupan masyarakat sehari-hari di berbagai tempat, seperti di pasar, rumah tangga, industri pengolahan hasil pertanian, peternakan,perkebunan, perikanan, kehutanan, pertanian tanaman pangan dan hortikultura, terdapat banyak sekali limbah khususnya limbah organik. Limbah yang berbentuk padat diistilahkan dengan sampah. Timbulnya sampah dirasakan mengganggu kenyamanan lingkungan hidup dan lebih jauh merupakan beban yang menghabiskan dana relatif besar untuk menanganinya, masyarakat cendrung lebih ke arah membuang atau membakar. Persepsi masyarakat terhadap sampah adalah mengganggu sehingga harus disingkirkan. Persepsi seperti ini harus diganti bahwa sampah mempunyai nilai ekonomi dan bisa dimanfaatkan dalam memperbaiki lingkungan (Prihandarini, 2004)
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sampah dapat diolah sedemikian rupa sehingga menjadi barang yang bermanfaat dan menguntungkan secara ekonomis. Teknologi yang dapat digunakan dalam penanganan masalah sampah antara lain adalah pemanfaatan mikroorganisme sebagai upaya untuk mempercepat proses dekomposisi sampah khususnya sampah organik menjadi pupuk organic Pupuk organik merupakan hasil akhir dan atau hasil antara dari perubahan atau peruraian bagian dan sisa-sisa tanaman dan hewan, misalnya bungkil, guano, tepung tulang, limbah ternak dan lain sebagainya (Murbandono, 2002). Pupuk organik merupakan pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik yang didegradasikan secara organik. Sumber bahan baku organik ini dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber, seperti : kotoran ternak, sampah rumah tangga non sintetis, limbah-limbah makanan/minuman, dan lain-lain. Biasanya untuk membuat pupuk organik ini, ditambahkan larutan mikroorganisme yang membantu mempercepat proses pendegradasian (Prihandarini, 2004)
Di Desa Marga Dauhpuri, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, hasil observasi langsung di lapangan ditemukan banyak limbah peternakan seperti kotoran ternak sapi dan babi. Rata-rata masyarakat di wilayah ini memelihara 2 ekor babi dan seekor sapi, dan beberapa peternak memelihara sapi sampai 18 ekor (metode sapi kereman). Jumlah kepala keluarga (KK) di wilayah ini hampir 400 KK, sehingga jumlah limbah ternak sapi dan babi cukup banyak. Sebagian dari limbah tersebut diangkut ke areal perkebunan (kebun) dan sebagian lagi terutama kotoran babi dibuang ketempat yang lebih rendah ( lembah dan sungai kecil). Hal ini menimbulkan masalah bagi masyarakat di bagian yang lebih rendah lokasinya.
Pengomposan adalah proses penguraian senyawa-senyawa yang terkandung dalam sisa bahan organik (seperti jerami, daun-daun, dan lain-lain) dengan suatu perlakukan khusus (Budi Santoso, 1998)
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilaksanakan pelatihan pembuatan pupuk organik berbasiskan kotoran sapi dan babi. Adapun tujuan kegiatan ini adalah menjadikan petani /peternak sapi dan babi di Desa Marga Dauhpuri, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan terampil dan mampu membuat pupuk organik yang bermutu.
Kegiatan pembangunan peternakan harus memperhatikan keadaan lingkungan sekitarnya. Dengan adanya usaha peternakan selain dihasilkan produk peternakan baik berupa daging maupun susu, juga menghasilkan limbah yang harus dikelola dengan baik. Limbah dari usaha peternakan dapat berupa padatan dan cairan. Bentuk padatan terdiri dari feses/kotoran ternak, ternak yang mati, dan isi perut dari hasil pemotongan ternak. Bentuk cairan terdiri dari urine ternak, air sisa pembersihan ternak maupun air dari sisa pencucian alat-alat ternak.
Usaha peternakan sapi perah dengan skala usaha ternak lebih dari 20 ekor dan berada dalam satu lokasi akan menghasilkan limbah yang berdampak pada lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan SK Mentan No 237/Kpts/RC410/1991 yang menyatakan bahwa perlu evaluasi terhadap lingkungan pada usaha peternakan sapi perah dengan skala lebih besar dari 20 ekor dan relatif terlokalisasi. Jumlah limbah satu ekor sapi dengan bobot 400-500 kg dapat menghasilkan limbah padatdan cair sebanyak 27,5-30 kg/ekor/hari. Oleh karena itu, evaluasi lingkungan benar-benar harus diperhatikan (Hidayatullahetal.,2005).
Semakin bertambahnya populasi ternak sapi perah seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan konsumsi susu, akan menghasilkan banyak limbah yang harus ditangani. Adanya pencemaran lingkungan akibat limbah usaha ternak sapi perah umumnya mendapat protes dari warga masyarakat yang terkena dampaknya, umumnya air sungai menjadi kotor, muncul penyakit kulit dan gatal-gatal serta menimbulkan bau yang tidak sedap. Hal tersebut selaras dengan Juheini (1999) yang mengemukakan sebanyak 56,67% peternak sapi perah membuang limbah ke badan sungai tanpa pengelolaan, sehingga terjadi pencemaran lingkungan.

Pengelolaan limbah yang kurang baik akan membawa dampak yang serius pada lingkungan, sebaliknya jika limbah dikelola dengan baik maka akan memberikan nilai tambah. Salah satu bentuk pengelolaan limbah yang mudah dilakukan yaitu dengan diolah menjadi pupuk kompos. Ginting (2007) mengemukakan bahwa kompos adalah hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa kotoran ternak atau feses, sisa pertanian, sisa makanan ternak dan sebagainya. Dengan diolahnya limbah peternakan menjadi kompos akan membawa keuntungan pada peternak dan petani yaitu untuk mengurangi pencemaran lingkungan dan dapat digunakan sebagai pupuk tanaman pertanian.




III. METODE
3.1. Alat dan bahan
Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari peralatan untuk penanganan bahan dan peralatan perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Berikut disajikan peralatan yang digunakan.
1. Terowongan udara (Saluran Udara)
o Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara
o Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu
o Dimensi : panjang 2m, lebar ¼ - ½ m, tinggi ½ m
o Sudut : 45o
o Dapat dipakai menahan bahan 2 – 3 ton
2. Sekop
o Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya
3. Garpu/cangkrang
o Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan bahan dan pemilahan sampah
4. Saringan/ayakan
o Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang agar diperoleh ukuran yang sesuai
o Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran kompos yang diinginkan
o Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan atau saringan putar
5. Termometer
o Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan
o Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur termometer ke bagian dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat
o Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air raksa) agar tidak mencemari kompos jika termometer pecah
6. Timbangan
o Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas sesuai berat yang diinginkan
o Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan penimbangan dan pengemasan
7. Sepatu boot
o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama bekerja agar terhindar dari bahan-bahan berbahaya
8. Sarung tangan
o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan selama melakukan pemilahan bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan perlindungan tangan
9. Masker
o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernafasan dari debu dan gas bahan terbang lainnya
3.2. Cara kerja
3.2.1.Tahapan pengomposan
1. Pemilahan Sampah
o Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
2. Pengecil Ukuran
o Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos
3. Penyusunan Tumpukan
o Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
o Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
o Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
4. Pembalikan
o Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5. Penyiraman
o Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).
o Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
o Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
6. Pematangan
o Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
o Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
7. Penyaringan
o Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
o Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
8. Pengemasan dan Penyimpanan
o Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
o Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.
3.2.2. Kontrol proses produksi kompos
1. Proses pengomposan membutuhkan pengendalian agar memperoleh hasil yang baik.
2. Kondisi ideal bagi proses pengomposan berupa keadaan lingkungan atau habitat dimana jasad renik (mikroorganisme) dapat hidup dan berkembang biak dengan optimal.
3. Jasad renik membutuhkan air, udara (O2), dan makanan berupa bahan organik dari sampah untuk menghasilkan energi dan tumbuh.
3.2.3. Proses pengontrolan
Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap tumpukan sampah adalah:
1. Monitoring Temperatur Tumpukan
2. Monitoring Kelembaban
3. Monitoring Oksigen
4. Monitoring Kecukupan C/N Ratio
5. Monitoring Volume
IV. PEMBAHASAN
4.1. Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut.
4.2. Proses Pengomposan
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.

Skema Proses Pengomposan Aerobik
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.

Gambar profil suhu dan populasi mikroba selama proses pengomposan
Tabel organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Proses pengomposan tergantung pada :
1. Karakteristik bahan yang dikomposkan
2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang dilakukan
4.3. Faktor yang mempengaruhi proses Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
a. Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
b. Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
c. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
d. Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
e. Kelembaban (Moisture content)
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
f. Temperatur/suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
g. pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
h. Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
i. Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
j. Lama pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
4.4. Strategi Mempercepat Proses Pengomposan
Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1. Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan.
2. Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).
3. Menggabungkan strategi pertama dan kedua.
3.4. Memanipulasi Kondisi Pengomposan
Strtegi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.
4.5. Menggunakan Aktivator Pengomposan
Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya : Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, BioPos, dan lain-lain.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.
4.6. Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan
Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.
4.7. Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan
Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:
1. Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
2. Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
3. Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
4. Tingkat kesulitan pembuatan komp
Pengomposan dapat juga menggunakan alat mesin yang berfungsi dalam memberi asupan oksigen serta membalik bahan secara praktis. Komposter Rotary Klin berkapasitas 1 ton bahan sampah mengelola proses membalik bahan dan mengontrol aerasi dengan cara mengayuh pedal serta memutar aerator ( exhaust fan). Penggunaan komposter BioPhoskko disertai aktivator kompos yang tepat akan meningkatkan kerja penguraian bahan (dekomposisi) oleh jasad renik menjadi 5 sampai 7 hari saja.




V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut : terjadi peningkatan kesadaran masyarakat tentang pencemaran lingkungan oleh limbah peternakan sapi dan babi, meningkatnya keterampilan masyarakat petani/peternak dalam mengolah limbah kotoran sapi dan babi menjadi pupuk organik (kompos) yang berkualitas dan telah dihasilkan pupuk kompos berkualitas dari kotoran sapi dan babi. Dan Limbah pertanian yang begitu banyak di sampingkan karena belium banyak pengolahan di bidang ini.
5.2. Saran
Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani/peternak, sebaiknya kegiatan pengabdian masyarakat ini dilanjutkan dengan teknik pengemasan dan pemasaran serta jalur pemasaran dari produk pupuk kompos tersebut. Disamping itu limbah kotoran dapat diolah menjadi produk lain yang lebih bernilai ekonomis seperti pelatihan pembuatan pelet makanan ikan dari kotoran sapi.




DAFTAR PUSTAKA
Budi Santoso, H. 1998. Pupuk Kompos. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Ginting, N. 2007. Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Hidayatullah, Gunawan, K. Mudikdjo dan N. Erliza. 2005. Pengelolaan Limbah Cair
Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia, Bogor
Usaha Peternakan Sapi Perah Melalui Penerapan Konsep Produksi Bersih. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 8 No 1, Maret 2005: 124-136
Prihandarini, Ririen. 2004. Manajemen Sampah, Daur Ulang Sampah Menjadi
Pupuk Organik. Penerbit PerPod. Jakarta.

Juheini, N dan Sakryanu, KD. 1998. Perencanaan Sistem Usahatani Terpadu dalam Menunjang Pembangunan Pertanian yang Berkelanjutan : Kasus Kabupaten Magetan,
Murbandono ,HS. L. 2002. Membuat Kompos.Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Jawa Timur. Jurnal Agro Ekonomi (JAE) Vol. 17 (1). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Balitbangtan. Deptan. Jakarta.
Soehadji, 1992. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Petemakan. Makalah Seminar. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Surat Keputusan Menteri Pertanian, 1991. SK. Mentan No. 273/Kpts/RC410/1991 tentang Batasan Usaha Peternakan yang harus Melakukan Evaluasi Lingkungan. Departemen Pertanian. Jakarta.

LAMPIRAN
Pengomposan secara aerobik

Kompos Bahan Organik dan Kotoran Hewan

Bahan kompos dari Limbah Pertanian

MENENTUKAN KUALITAS TELUR DAN PENGAWETAN TELUR

MENENTUKAN KUALITAS TELUR DAN PENGAWETAN TELUR

OLEH

GUNAWAN
041 407 007

PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
2010






I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup sempurna karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap dan mudah di cerna. Oleh karenanya, telur merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk anak-anak yang sedang tumbuh dan memerlukan protein dalam jumlah banyak.
Sebagai barang yang dikonsumsi, telur Itik banyak diperdagangkan baik dalam bentuk segar maupun olahan. Telur asin merupakan salah satu bentuk olahan dari telur itik. Ada lagi jenis telur olahan yaitu telur Itik ala Philipina. Masyrakat philipina menyebutnya “balut” , yaitu telur Itik yang bertunas (Terbuahi) dan sudah dierami selama 7- 14 hari (tergantung permintaan), kemudian direbus sampai keras. Telur ini dimakan dengan dicampur garam. Menurut orang philipina, makanan ini sangat lezat dan khas sehingga harganya lebih mahal dari telur itik yang segar atau pun telur asin. Selain untuk menambah cita rasa dan meningkatkan harga jual, telur olahan tersebut dimaksudkan juga untuk memperpanjang daya simpan.
Mengenai pemasaran telur konsumsi, tidak terlalu membuat pusing. Biasanya, pembeli (pedagang telur konsumsi) datang sendiri ke lokasi peternak sehingga sehingga peternak cukup mengumpulkan telur- telur saja di kandang. Apa bila pembeli tidak datang, pembeli lain sudah cukup banyak menunggu dipasar. Dengan kata lain, tidak akan ada produksi telur itik yang terbuang karena tidak laku terjual. Bahkan, terkadang peternak kewalahan memenuhi pemasaran (Widhyarti, S.S, 2005)
Kelainan telur dari penampakan luar ada barmacam- macam antara lain: telur kecil tampa kuning telur, kulit telur lembek tampa cangkang, kulit telur berkerut pada satu sisi, kulit telur bergelombang, kulit telur kasar seperti pasir, dan telur sangat besar akibat ada dua kuning telur didalam satu butir telur. Kelainan telur dari penampakan luar tersebut bisa disebabkan oleh bemacam- macam hal, sepeti adanya serangan penyakit, lomposisi kalsium dan fosfor yang tidak seimbang didalam ransum ayam, atau stres.
Selainan kelainan dari luar, juga terjadi kelaianan pada bagian dalam telur, seperti kuning telur yang pucat, kuning telur atau putih telur terdapat bintik darah, bintik daging, dan putih telur yang encer pada bagian putih telur yang seharusnya pekat. Hal ini tampak bila telur telah dipecahkan.
Telur-telur seperti diatas masih dapat dikonsumsi sepanjang telur tersebut tidak busuk. Kualitas telur tersebut dibawah telur normal sehingga harganya pun lebih murah.
Ciri-ciri telur yang baik antara lain kulit bersih, halus, berwarna mulus, rongga kantung udara kecil, kuning telur terletak ditengah dan tidak bergerak, putih telur bagian dalam kental dan tinggi, paa bagian putih telur maupun kuning telur tidak terdapat noda darah maupaun daging. Bentuk telur serta besarnya juga proporsional dan normal (Sudaryani, 2005).
Telur merupakan alat dan cara pengembangbiakan bagi unggas dan sebagian hewan. Telur secara alami telah disia-pkan oleh induknya untuk menunjung kehidupan dan perkembangan embrio dengan sempurna. Selain dibungkus dengan kulit yang keras sebagai pelindung, telur juga dilengkapi dengan bahan makanan yang lengkap.

Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktek ini untuk mengatahui :
1. kualitas telur
2. Tinggi, lebar, dan panjang kuning telur maupun putih telur dari telur Itik, Ayam Kampung, Ayam Ras, dan Puyuh.
3. proses pembuatan telur asin agar mendapatkan telur asin yang berkualitas baik Sehingga diharapkan telur tetap bernilai gizi tinggi, tidak berubah rasa, tidak berbau busuk dan warna isi tidak pudar, sehingga telur tersebur bisa bertahan dalam waktu yang lama.





II. TINJAUAN PUSTAKA


Telur merupakan alat dan cara pengembangbiakan bagi unggas dan sebagian hewan. Telur secara alami telah disiapkan oleh induknya untuk menunjung kehidupan dan perkembangan embrio dengan sempurna. Selain dibungkus dengan kulit yang keras sebagai pelindung, telur juga dilengkapi dengan bahan makanan yang lengkap.
Telur disamping sebagai jalan mengembangbiakan ternak juga sebagai sumber makanan manusia yang bergizi tinggi. Oleh sebab itu, produksi telur tampa pembuahan telah banyak dikembangkan dengan demikian populerlah ayam ras petelur, ayam kampung yang telurnya dikonsusmsi,burung puyuh, dan pemeliharaan itik intensif yang dikandangkan.

2.1. Nilai Gizi Telur

Kandungan Gizi telur nyaris sempurna, sebab merupakan persedian pangan selama embrio mengalami perkembangan didalam telur, tampa makanan tambahan dari luar.telur adalah sumber protein bermutu tinggi, kaya akan vitamin, dan mineral. Protein telur termaksut sempurna, karna mengandung semua jenis asm amino esensial dalam jumlah yang cukup seimbang, asam amino esensisl sangat dibutuhkan oleh manusia, karna tidak dapat dibentuk sendiri oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi oleh makanan.
Telur mengandung protein lebih dari 10%, bahkan telur ayam mengandung protein 12,8% dan itik 13,1%. Didalam telur juga terdapat aneka vitamin seperti vitamin A, B, D,E,dan K. Disamping itu, telur juga mengandung sejumlah mineral seperti zat besi, fosfor, kalsium, sodium, dan magnesiumdalam jumlah yang cukup.oleh karena itu telur sangat baik dikomsumsioleh anak-anak balita.
Telur termaksut makanan yang mudah dicerna. Protein telur yang dapat diserapdan dimanfaatkan tubuh (nilai biologis) mencapai 96%. Sedangkan nilai biologis daging sapi hanya 80%, kedelai 75%, beras 70%, dan jagung 55%.bagian telur yang dapat dimakan (b.d.d.) mencapai 90% lebih (haryoto,1996)


2.2. Faktor-faktor yang menentukan kualitas telur.
A . Kualitas Telur
Kualitas telur ditentukan oleh dua faktor,yakni kualitas luarnya berupa kulit cangkang dan isi telur faktor luar meliputi bentuk, warna, tekstur, keutuhan, dan kebersihan kulit. Sedangkan faktor isi telur memiliki kekentalan putih telur, warna serta posisi kuning telur, dan ada-tidaknya noda-noda pada putih dan kuning telur.
Dalam kondisi baru, kualitas telur bagian luar tidak banyak mempengaruhi kualitas bagian dalamnya. jika telur tersebut dikonsumsi langsung, kualitas bagian luar tidak menjadi masalah. Tetapi jika telur tersebutakan disimpan atau diawatkan , maka kualitas telur yang harus diperhatikan. Kualitas kulit telur yang rendah sangat berpengaruh terhadap keawetan telur.
Kualitas isi telur tampa perlakuan khusus tidak dapat dipertahankan dalam waktu yang lama. Dalam suhu ruang, telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan selama 2 minggu. Kerusakan ini biasanya ditandai dengan kocaknya isi telur dan bila dipecah isi tidak menggumpal lagi.
Kerusakan isi telur karena CO2 yang terkandung didalamnya sudah banyak yang keluar sehingga derajat keasaman telur meningkat. Penguapan yang terjadi juga membuat bobot telur menurun dan putih telur juga lebih encer.masuknya mikroba kedalam telur melalui poro- pori kulit telur juga akan merusak isi telur.
Tanda- tanda telur segar yang baik adalah bentuk kulinya bagus, cukup tebal, tidak cacat atau retak, teksturnya baik, warnanya bersih, rongga udara dalam telur kecil, posisi kuning telur ditengah,dan tidak terdapat bercak atau noda darah (haryoto,1996)
1. Ruang udara
Telur yang segar memiliki ruang udara yang lebih kecil dibandingkan telur yang sudah lama. Menurut Sudaryani (2003), kualitas telur dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran kedalaman ruang udaranya. Pembagiannya yaitu :
a. Kualitas AA memiliki kedalaman ruang udara 0,3 cm.
b. Kualitas A memiliki kedalaman ruang udara 0,5 cm.
c. Kualitas B memiliki kedalaman ruang udara lebih dari 0,5 cm.
2. Kuning telur
Telur yang segar memiliki kuning telur yang tidak cacat, bersih, dan tidak terdapat pembuluh darah. Selain itu, didalam kuning telur tidak terdapat bercak daging atau bercak darah.
3. Putih telur
Putih telur yang bagus adalah yang tebal dan diikat kuat oleh kalaza. Untuk telur kualitas AA, putih telur harus bebas dari titik daging atau titik darah (Lestari dan Utami, 2009).

B. Kualitas pada kulit telur

Kualitas telur sebelah luar ditentukan oleh kondisi kulit telurnya. Berikut ini beberapa parameter untuk menentukan kualitas telur seblah luar (Lestari dan Utami, 2009).
1. Kebersihan kulit telur
Kualitas telur semakin baik jika kulit telur dalam keadaan bersih dan tidak ada kotoran apa pun.
2. Kondisi kulit telur
Kondisi kulit telur dapat dilihat dari tekstur dan kehalusannya. Kualitas telur akan semakin baik jika tekstur kulitnya halus dan keadaan kulit telurnya utuh serta tidak retak (Lestari dan Utami, 2009).
3. Bentuk telur
Bentuk telur yang baik adalah proporsional, tidak berbenjol-benjol, tidak terlalu lonjong, dan juga tidak terlalu bulat (Lestari dan Utami, 2009).


C . Berat telur
Menurut Avens (1985), mengklasifikasikan telur berdasarkan beratnya, yaitu :
Klasifikasi Berat/butir (gram)
Jumbo
Sangat besar
Besar
Medium
Kecil
Pee wee 68,5
61,4
54,3
47,2
40,2
40

D. Kualitas Telur Kurang Baik
Kualitas telur menjadi titik tolak keberhasilan beternak ayam petelur.hal ini disebabkan telur merupakan puncak dalam usaha beternak. Bila kurang atau tidak bermutu maka telur tidak akan laku dipasaran sehingga keuntungan usaaha menjadi berkurang.
Kemunduran kualitas telur dapat terjadi baik pada bagian dalam telur maupun luar telur.umumnya, penampakan luar lebih mudah dilihat. Perubahan kualitas dari luar antara lain terjadinya penurunan berat telur, timbul bercak pada kerabang, ataupun kerabang menjadi retak.
Bila telur dipicahkan, terkadang ditemui bagian luar yang mengalami perubahan, perubahanbagian dalam telur yang dapat terjadi antara lain adanya pembesaran kuning telur, kenaikan pH, dan kerusakan oleh mikroba (A Mualana Lubis dan Farry B Paimin, 2001)
2.3. Pengawetan telur segar / telur asin
Telur merupakan bahan pangan yang mudah rusak, baik secara fisik, maupun kimia. Penangan yang tepat, sepeti memperpanjang daya simapan telur segar dan pengawetan dengan pengolalhan merupakan upaya untuk menjegah menurunya kualitas telur. Dengan demikian, diharapkan telur tetap bernilai gizi tinggi, tidak berubah rasa, tidak berbau busuk, dan warna isi tidak pudar.
Daya tahan telur amat pendek, maka perlu perlakuan khusus jika akan disimpan lebih lama, terutama dalam bentuk segar. Salah satu cara memperpanjang kesegaran telur adalah dengan mengawetkannya. Pengawetan telur segar ini berguna untuk mengatasi saat-saat harga telur rendah, seingga peternak tidak mengalami kerugian. Pengawetan ini biasanya dilakukan dengan beberapa cara seperti telur asin, telur bubuk, dan telur beku (Sudaryani, 2003).
Memperpanjang daya simapan telur segar pada prinsipnya memberikan perlakuan pada telur utuh sehingga pori-porinya tidak dimasuki mikroba. Selain itu, perlakuan tersebut juga bertujuan untuk menjegah keluarnya gas CO2 dan air dalam telur.

































III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Kegitan praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 28 Maret 2009. Bertempat di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Khairun Pukul. 09.30 WIT.

3.2. Alat dan Bahan

1. 45 butir telur ayam ras
2. 5 butir telur ayam kampung
3. 5 butir telur itik
4. 5 butir telur burung puyuh
5. 10 kg garam
6. 5 kg abu batu bata merah
7. Timbangan
8. Mistar
9. Tusuk gigi
10. Air
11. Ember
12. Kain / tisu
3.3 Cara Kerja
1. Menentukan Kualitas Telur
Kegiatan praktikum ini diawali dengan mengukur kualitas telur pada jenis-jenis telur yang berbeda, seperti pada telur ayam kampung, ayam ras, itik dan telur burung puyuh. Langkah selanjutnya yaitu:
 Mengamati telur bagian luar untuk menentukan great/kualitas telur pada tiap-tiap telur tersebut,
 Telur-telur tersebut kemudian di timbang menggunakan timbangan,
 Mengukur panjang dan lebarnya masing-masing telur,
 Mengukur rongga udara,
 Kemudian, dipecahkan dan diletakkan diatas kaca yang datar,
 Setelah itu, mengukur panjang, lebar, dan tinggi putih telur dan panjang, lebar, dan tinggi kuning telurnya,
 Melihat warna kuning telur dan yang terakhir menentukan HU ( Haugh Unit ).
2. Membuat Telur Asin
Sebelum melakukan pembuatan telur asin, terlebih dahulu telur dicuci hingga bersih kemudian melakukan pencampuran batu bata merah dengan garam dalam 4 perlakuan. Dimana perlakuan I yaitu 1 kg batu bata merah ditambahkan dengan 1 kg garam. Selanjutnya 1 kg batu bata merah ditambahkan dengan 2 kg garam dan begitu seterusnya hingga pada perlakuan ke-4. Setelah ke-4 media tadi siap, maka selanjutnya yaitu masukan telur yang sebelumnya telah di beri tanda berupa nomor ke dalam 4 media tadi masing-masing media terdiri dari 10 butir telur.
Setelah semua telur tersebut di lapisi dengan campuran tersebut, maka langkah selanjutnya yaitu di simpan selama 1minggu untuk mendapatkan telur asin yang berkualitas baik.












III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL

Dari hasil praktikum untuk menentukan great/kualitas telur, dan pembuatan telur asin diperoleh data sebagai berikut :
a. Menentukan Kualitas Telur
1. Kualitas Telur
Tabel 1. Menimbang Berat Telur

No Telur itik
(gr) Telur ayam kampung
(gr) Telur ayam Ras
(gr) Telur burung puyuh (gr)
1 0,6 0,4 0,5 0,1
2 0,5 0,4 0,4 0,1
3 0,5 0,4 0,5 0,1
4 0,5 0,5 0,5 0,1
5 0,5 0,4 0,5 0,1
Rata-rata 0,52 0,42 0,48 0,1










Tabel 2. Mengukur Panjang dan Lebar Telur
No Telur itik Telur ayam kampung Telur ayam ras Telur puyuh

panjang telur (cm) Lebar telur (cm) panjang telur (cm) Lebar telur
(cm) panjang telur (cm) Lebar telur(cm) panjang telur (cm) Lebar telur (cm)
1 8,3 6,9 7 6 7,55 6,7 4,5 3,75
2 7,9 6,7 7,2 5,7 6,25 5,9 3,75 3,75
3 8,05 6,5 7,2 5,7 7,4 6,4 4 3,35
4 7,5 6,4 7,1 6,1 7,6 6,2 4 3,35
5 7,6 6,4 7 6,1 7,3 5,2 4 3,36

Tabel 3. Mengukur Rongga Udara
No Telur itik (mm) Telur ayam kampung
(mm) Telur ayam Ras
(mm) Telur burung puyuh
(mm)
1 0,3 0,8 0,5 0,5
2 0,3 0,3 0,6 0,7
3 0,3 0,3 0,5 0,5
4 0,3 0,3 0,5 0,9
5 0,3 0,3 0,4 0,8

Tabel 4. Mengukur Tinggi, Lebar, dan Panjang Kuning Telur Itik
No Telur Itik
Tinggi kuning telur
(mm) Lebar kuning telur
(mm) Panjang kuning telur
(mm)
1 18 4,7 5
2 17 4,5 4,7
3 18 4,7 5
4 15 4,4 4,5
5 - - -

Tabel 5. Mengukur Tinggi, Lebar, dan Panjang Kuning Telur Ayam Kampung
No Telur Ayam Kampung
Tinggi kuning telur
(mm) Lebar kuning telur
(mm) Panjang kuning telur
(mm)
1 14 4,2 4,3
2 - - -
3 15 3,8 4,2
4 6 4,2 4,4
5 14 4 4,1

Tabel 6. Mengukur Tinggi, Lebar, dan Panjang Kuning Telur Ayam Ras.
No Telur Ayam Ras
Tinggi kuning telur
(mm) Lebar kuning telur
(mm) Panjang kuning telur
(mm)
1 16 3,7 3,9
2 17 3,5 3,8
3 16 3,9 4,1
4 15 3,9 4
5 17 3,9 4

Tabel 7. Mengukur Tinggi, Lebar, dan Panjang Kuning Telur Puyuh
No Telur Puyuh
Tinggi kuning telur
(mm) Lebar kuning telur
(mm) Panjang kuning telur
(mm)
1 4 3,2 3,8
2 5 3,2 3,8
3 3 3,5 3,9
4 5 3,4 3,5
5 4 3,3 3,5

Tabel 8. Mengukur Tinggi, Lebar dan Panjang Putih Telur Itik
No Telur Itik
Tinggi putih telur
(mm) Lebar putih telur
(mm) Panjang putih telur
(mm)
1 5 6,2 6,1
2 6 5,6 9
3 7 5,9 9,8
4 6 5,6 8,5
5 - - -


Tabel 9. Mengukur Tinggi, Lebar dan Panjang Putih Telur Ayam Kampung.
No Telur Ayam Kampung
Tinggi putih telur
(mm) Lebar putih telur
(mm) Panjang putih telur
(mm)
1 4,5 6,5 7,8
2 - - -
3 3 6,4 4,3
4 5 7,2 9
5 3 7,7 8,9

Tabel 10. Mengukur Tinggi, Lebar dan Panjang Putih Telur Ayam Ras
No Telur Ayam Ras
Tinggi putih telur
(mm) Lebar putih telur
(mm) Panjang putih telur
(mm)
1 4 7,8 9,4
2 7 5,8 6,7
3 5 7,6 8
4 6 8 8,5
5 5 6,9 9,4

Tabel 11. Menentukan Warna Kuning Telur ( yolk color )
No Warna Kuning Telur ( yolk color)
1 Telur itik Kuning cerah
2 Telur ayam kampung Kuning cerah
3 Telur ayam ras Kuning cerah
4 Telur puyuh Kuning pucat




11. Menentukan Haugh Unit (HU)

Rumus :
HU = 100 Log (H + 7,57 – 1,7 W 0,37)

Keterangan :
HU = Haugh Unit
H = Tinggi putih telur
W = Bobot telur
G = Gravitasi (feet/detik)
Perhitungan Haugh Unit :
1. Telur itik
HU = 100 Log (H + 7,57 – 1,7 W 0,37)
= 2 ( 12,244 ) = 24, 488 tergolong dalam kualitas C
2. Telur Ayam Kampung
HU = 100 Log (H + 7,57 – 1,7 W 0,37)
= 2 ( 10,204 ) = 20, 204 tergolong dalam kualitas C
3. Telur Ayam Ras
HU = 100 Log (H + 7,57 – 1,7 W 0,37)
= 2 (11,678 ) = 23,356 tergolong dalam kualitas C
4. Telur Puyuh
HU = 100 Log (H + 7,57 – 1,7 W 0,37)
= 2 ( 8,056 ) = 16,112 tergolong dalam kualitas C
b. Pembuatan Telur Asin
Pada percobaan ini diberikan sebanyak 5 orang. Untuk menguji telur asin yang mana baik dikonsumsi : pada perlakuan pertama “ tidak asin” sehingga banyak 5 orang yang ingin mengkomsumsi karna tidak begitu asin Dan perlakuan yang kedua “ kurang asin” tetapi sebanyak 4 orang yang ingin mengkomsumsi mereka menggap bahwa telur yang dikonsumsi sudah bagus tetapi harus disimpan agak lama supaya menjadi lebih baik dan sangat lezat.pada media yang ketiga “asin “dan ke empat “asin sekali” sehingga yang mengkomsumsi Cuma 1 orang yang ingn mencobanya tetapi tidak semuanya yang dia makan Cuma ½ dari perlakuan 3 dan 4 saja.

4.2. PEMBAHASAN.
1. Kualitas Telur

Secara keseluruhan kualitas sebutir telur tergantung pada kualitas isi telur dan kulit telur. Selain itu, berat juga menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan kualitasnya.Sehingga penentuan kualitas telur dapat dilihat dari isi telur maupun kulit telur.Pada penentuan kualitas telur yang kita amati disini ada beberapa jenis telur diantaranya, telur itik, telur ayam kampung, telur ayam ras, dan telur puyuh.
Telur Itik yang kita pakai sebanyak 5 butir . Berat telur itik rata-rata 0,52 gr/butir. Klasifikasi telur berdasarkan beratnya, telur itik tergolong dalam klasifikasi peewee. Panjang telur itik rata-rata 7,98 cm/butir sedangkan lebar telur memiliki rata-rata 6,58 cm/butir. Kualitas telur itik bagian dalam diantaranya yaitu rongga udara, yang memiliki kedalaman rata-rata 0,3 cm yaitu memiliki kualitas AA. Memiliki kuning dan putih telur telur yang bersih dan tidak terdapat bercak-bercak darah dan, kuning dan putih telur hanya 4 yang di ukur, karena yang satu mungkin pada saat penyimpanan mungkin terlalu lama sehingga pada saat kita memecahkan telur kuning telur sudah pecah.Tinggi kuning telur rata-rata 17 mm, lebar kuning telurnya 4,5 mm dan panjang telurnya rata-rata 4,8 mm. sedangkan, tinggi putih telur rata-rata 6 mm, lebar putih telurnya 5,8, dan panjang putih telurnya yaitu 8,3 mm. Warna kuning telur itik yaitu kuning cerah. Dalam menghitung Haugh unit telur itik tergolong dalam kualitas C yaitu 24,488, karena kurang dari 31.
Telur ayam kampung juga ditimbang sebanyak 5 butir. Berat telur ayam kampung rata-rata 0,4 gr/butir.klasifikasi peewee.panjang telur kampung rata-rata 7,1cm/butir,lebarnya 6 cm.telur ayam kampung ini memiliki rongga udara rata-rata 0,4 mm/butir.dan memiliki kualitas AA-A. Didalam pengukuran panjang, lebar kuning dan putuh telur hanya 4 butir telur yang diukur dan satunya lagi rusak sebab karena dalam proses pemecahan telur terjadi kesalahan sehingga kuning telur pecah jadi kita dapat mengukur kuning telur maupun putih telur, karna kuning telur bercmpur dengan putih telur. Rata-rata tiggi kuning dan putih telur ayam kampung 12,25 mm/butir dan 3,875mm/butir, lebar kuning dan putih telur memiliki rata-rata 4,05 mm/butir dan 6,95 mm/butir dan rata-rat panjang kuning dan putih telur yaitu 4,25 mm/butir dan 7,5 mm/butir. Hasil Hitungan Haugh Unit Telur ayam kampung yaitu 20,319, dalam hitungan ini telur Ayam kampung memiliki kualitas C karena kurang dari 31.Warna kuning telur ayam kampung sama seperti kuning telur itik, ayam ras yaitu kuning cerah.
Telur ayam Ras yang digunakan untuk mengukur kualitas telur sama halnya dengan telur itik maupun ayam kampung yaitu 5 butir. Berat telur ayam kampung rata-rata 0,48 gr/butir, panjang telur rata-rata 7,218 cm/butir, dan lebar telur rata-rata 6,08 cm/butir. Rongga udara rata-rata ayam ras yaitu 0,5 dan memiliki kualitas telur A.Tinggi, lebar dan panjang kuning telur ayam ras yaitu tingi telur rata-rata 16,2 mm/butir, lebar telur rata-rata 3,78 mm/butir dan panjang rata-rata kuning telur 3,96 mm/butir. Tinggi, lebar dan panjang putih telur yaitu rata-rata meiliki tinggi putih telur 5,4 mm/butir, rata-rata lebar putih telur 7,22 mm/butir, dan rata-rata panjang putih telur 8,4 mm/butir.sehingga Haugh Unit memiliki kualitas C yaitu 23,356. untuk telur ayam Ras.Warna kuning telur Ayam Ras kuning cerah
Telur puyuh juga ditimbang sebanyak 5 butir.Dan memiliki berat telur rata-rata 0,1 gr/butir. Panjang telur putih rata-rata 4,05 cm/butir dan lebar rata-rata 3,59 cm/butir. Memiliki rongga udara rata-rata o,68 mm/butir dan memiliki kualitas B. Telur puyuh memiliki tinggi kuning telur rata-rata 4,2 mm/butir, lebar kuning telur rata-rata 3,32 mm/butir dan pamjang kuning telur rata-rata 3,7 mm/butir. Dalam pengkuran tinggi, lebar dan panjang putih telur hanya 3 yang dapat diukur karena putih telur sudak rusak (mencair). Memiliki panjang putih telur rata-rata 1 mm/butir, lebar putih telur rata-rata 4,7 mm/butir, dan pamjang putih telur.warna kuning telur agak pucat.

2. Pengawetan Telur
Dalam proses pembuat telur asin sudah bagus tetapi dalam proses penyimpanan terlalu cepat sehingga telur asin yang dihasilkan pun belum begitu sempurna.pada media pertama “tidak asin” mungkin pencampuran antara abu batu bata belum sempurna dan yang kedua “kurang asin” sudah cukup bagus akan tetapi tidak sesuai yang kita ingnkan. Sedangkan media yang ketiga “Asin”tetapi kurang lezat mungkin perbandingannya tidak seimbang. Dan yang terahir atau yang ke-4 “Asin Sekali”sehingga putih telur yang dihasilkan terasa lembek dan tidak enak dengan perlakuan- perlakuan yang lain. Karena terlalu banyak garam yang campurkan.








































V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Menentukan suatu kualitas telur dapat dilihat dari bagian telur disebelah dalam. Ada beberapa faktor yang menentukan kualitas isi telur diantaranya kondisi ruang udara, kuning telur, dan putih telur. Telur yang segar memiliki ruang udara yang lebih kecil dibandingkan telur yang sudah lama kualitas telur dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran kedalaman ruang udaranya. Pembagiannya yaitu :
a. Kualitas AA memiliki kedalaman ruang udara 0,3 cm.
b. Kualitas A memiliki kedalaman ruang udara 0,5 cm.
c. Kualitas B memiliki kedalaman ruang udara lebih dari 0,5 cm.
2. Ternyata penyimpanan telur memegang peran penting dalam menjaga kualitas telur.Daya tahan telur amat pendek, maka perlu perlakuan khusus jika akan disimpan lebih lama, terutama dalam bentuk segar. Salah satu cara memperpanjang kesegaran telur adalah dengan mengawetkannya.
3. Dalam menghitung Haugh unit dari masing-masing jenis telur semuanya memiliki kualitas C, kerana nilainya kurang dari 31.

5.2. Saran
Disarankan perlu adanya praktikum lanjutan tentang kualitas telur dan pengwetan telur karena dalam waktu praktikum peralatan yang dibutukan pun belum tersedia misalnya alat pengukur pecerahan kuning telur(Roche yolk colour fan), pengukur kesegaran isi telur (Mikrometer). Untuk pengawetan telur saya berharap tahun- tahun berikutnya akan lebih baik dari sekarang.






DAFATAR PUSTAKA

Cahyono B. 2002. Ayam Buras Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta
Kartasudjana et all, 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta
Lestari S. Dan Utami S. 2009. Penuntun Praktikum. Universutas Khairun,Ternate
Rasyaf,M. 2000 Memasarkan Hasil Peternakan .Penebar Swadaya. Jakarta.
------------ 2001. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya. Jakarta
------------ 2002 Enam Kunci Sukses Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya. Jakarta
------------ 2004. Beternak Itik Komersial Edisi Kedua. Kanisius, Yogyakarta.
Rukmana, 2007. Ayam buras (Intensifikasi dan Kiat Pengembangan). Kanisius, Yogyakarta.
Sutrisno, Koswara.1991. Perbaikan proses pengasinan telur. Ayam dan Telur, 63, 35-36.
Syamsinan, S.T. dan Soekarta. Penggunaan teh pada proses pengasinan telur bebek (Muscovy sp.). Buletin Pusbangtepa, Mei 1982 : 9 – 13.
Sudaryani, 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, jakarta

Rabu, 15 Desember 2010

pengaruh pemberian tepung kulit pala tertumbuhan ayam broiler

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KULIT PALA
TERHADAP PERTUMBUHAN TERNAK AYAM BROILER



OLEH
KELOMPOK I
- Sumarni Sahril (041 408 017)
- Gunawan (041 407 007)
- Hasanudin S Taroka (041 407 006)
- Nurma Umanailo (041 407 0--)


PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
2010

HALAMAN PENGESAHAN
Judul :
Kelompok I : - Sumarni Sahril (041 408 017)
-Gunawan (041 407 007)
- Hasanudin S Taroka (041 407 006)
- Nurma Umanailo (041 407 0--)
Fakultas : Pertanian
Program Studi : Peternakan



Menyetujui :




Dosen Penanggung Jawab






Yusri Sapsuha, S.pt, M.Sc
Nip. 19750623200312-1001







KATA PENGANTAR



Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan limpahan rahmatyang diberikan kepada kami sehingga penyusunan laporan ini dapat diselesaikan. laporan ini berjudul ” pengaruh pemberian tepung kulit pala terhadap pertumbuhan ternak ayam broiler”.
Dalam penyusunan laporan ini kami tidak terlepas dari arahan-arahan berbagai pihak dan referensi dari berbagai sumber, oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu terutama dosen penyangga mata kuliah pertumbuhan dan perkembangan ternak.
Betapa besar semangat dan keinginan kami untuk menyajikan makalah yang sempurna, namun tidak terlepas dari segala keterbatasan kami sehingga saran yang bersifat melengkapi sangat diharapkan demi penyempurnaan laporan ini.


Ternate, 15 desember 2010

Penyusun







DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan dan Manfaat
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pertumbuhan
2.2. Daun Kemangi
2.3. Pertambahan Berat Badan
2.4. Konsumsi Ransum
2.5. Konversi Ransum
2.6. Persentase Karkas
2.7. Lemak Abdominal
III. MATERI DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
3.2. Alat dan Bahan
3.3. Cara Kerja
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Nilai Gizi Ransum
4.2. Pertambahan Berat Badan
4.3. Konsumsi Ransum
4.4. Konversi Ransum
4.5. Persentase Karkas
4.6. Persentase Lemak Abdominal
4.7. pH Darah
4.8. pH Daging
4.9. Mikroskopis Darah
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN























BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan daging ayam sebagai sumber protein hewani mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya penghasilan dan kesadaranmasyarakat akan pentingnya makanan bergizi. Usaha peternakan ayambroiler dapat dengan cepat memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani karena pertumbuhan ayam broiler relatif lebih singkat dibandingkan ternak penghasil daging lainnya.
Untuk dapat mencapai standar produksi ayam broiler, maka diperlukan bahan pakan yang memiliki kualitas dan kuantitas yang baik. Produktivitas yang baik memerlukan pakan yang tepat, berimbang, dan efisien. Hal ini karena pakan merupakan faktor pendukung utama untuk
meningkatkan produksi ternak unggas. Pakan memegang peranan yang sangat penting dalam keberhasilan peternakan unggas, karena biaya pakan menguasai sekitar 60 sampai 70% dari total biaya produksi peternakan unggas.
Bahan pakan yang ada sekarang ini masih terlalu mahal untuk dapat dibeli oleh masyarakat peternak kecil, sehingga perlu dicari bahan pakan pengganti lain yang harganya lebih murah tetapi mengandung nilai nutrisi yang diperlukan oleh ternak. Misalnya hasil sisa atau limbah industri,hasil samping yang dihasilkan dari proses produksi apabila tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan banyak permasalahan terutama mengenai pencemaran lingkungan.
Pemanfaatan limbah industri sebagai bahan pakan ternak sudah lama dilakukan dalam usaha peternakan, akan tetapi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak industri yang berdiri, limbah dari industri hingga kini belum banyak dimanfaatkan terutama untuk pakan ternak contohnya seperti limbah kulit pala.

1.2. Tujuan dan Manfaat
1.2.1. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian tepung pala terhadap pertambahan berat badan, konsumsi ransum, konversi ransum, presentase karkas, dan lemak abdominal pada ayam broiler.
1.2.2. Manfaat Praktikum
Hasil praktikum ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa dan dapat memberikan informasi kepada masyarakat peternak tentang manfaat tepung pala terhadap pertambahan berat badan, konsumsi ransum, konversi ransum, presentase karkas, dan lemak abdominal pada ayam broiler.



























BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan ( Growth ) adalah berkaitan dangan masalah perubahan dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat ( gram, pound ) ukuran panjang ( cm, inchi ), umur tulang dan keseimbangan metabolik ( retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Pertumbuhan (growth) merupakan proses penambahan ukuran (volume, massa, tinggi, atau panjang) yang permanen dan bersifat tidak balik (irreversible). Biasanya juga terjadi penambahan komponen-komponen yang bersifat padat, meningkatnya berat kering, dan jumlah sitoplasma. Pertumbuhan bersifat kuantitatif, artinya dapat dinyatakan dengan satuan bilangan.
Pertumbuhan ayam dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, umur, kualitas ransum, dan lingkungan. Zat pakan yang penting bagi pertumbuhan ternak adalah kalsium yang berfungsi untuk pertumbuhan tulang, produksi, reproduksi normal, pembentukan sel darah merah, dan berperan dalam sistem syaraf (Wahju, 1991).

2.2. kulit pala
Hampir semua orang mengenal buah pala (Myristica Fragrans Houtt). Kita biasa menggunakan bijinya sebagai bumbu masakan. Olahan daging maupun masakan bersantan terasa lebih harum dan lezat dengan menambahkan sedikit pala halus. Daging buahnya lain lagi, aromanya yang harum dengan rasa sedikit asam menjadikan daging buah pala cocok untuk bahan baku sirup maupun manisan. Kebiasaan menggunakan pala sebagai bumbu masakan atau mengkonsumsi dalam bentuk sirup dan manisan perlu digalakkan, mengingat buah dengan keharuman semerbak ini ternyata mempunyai banyak khasiat bagi kesehatan. Kandungan kimia terkandung dapat mengatasi insomania, batuk berlendir, membantu pencernaan, penghilang kejang otot dlL.

Fisiologi Pala
Buah pala berasal dari keluarga Myristicaceae. Pohon berkayu yang tingginya bisa mencapai 15 meter. Jika musim berbuah, pohon ini akan muncul bunga disetiap ujung ranting dan menjadi buah bergerombol berwarna hijau kekuningan. Daging buahnya tebal berwarna keputihan, buah ini berasa getir dan mengandung banyak getah. Setelah daging buah ada fuli, berupa selaput tipis kemerahan yang menyelimuti biji pala.

Ada tiga bagian dari buah pala yang bernilai ekonomis tinggi. Pertama daging buah yang berwarna keputihan. Daging buah pala dapat diolah menjadi manisan atau direbus dengan gula menjadi sirup pala yang terkenal lezat dan harum. Berikutnya adalah fuli, sebagian orang menyebutnya dengan bunga pala. fuli banyak digunakan sebagai bumbu masakan atau diekstrak sarinya menjadi bahan baku kosmetika dan parfum. Terakhir Bagian biji yang berwarna kecoklatan, pada bagian ini paling banyak dimanfaatkan. Dihaluskan menjadi beragam bumbu masak , parfum, kosmetik, minyak atsiri, bahan pengawet dll
 Kandungan Kimia dan Manfaatnya
Berdasarkan hasil riset penelitian yang dilakukan National Science and Technology Authority, dalam bukunya Guidebook on the proper use of medicinal plants. Buah pala mengandung senyawa-senyawa kimia yang bermanfaat untuk kesehatan
Kulit dan daging buah pala misalnya, terkandung minyak atsiri dan zat samak. Sedangkan fuli atau bunga pala mengandung minyak atsiri, zat samak dan zat pati. Sedangkan dari bijinya sangat tinggi kandungan minyak atsiri, saponin, miristisin, elemisi, enzim lipase, pektin, lemonena dan asam oleanolat.
Hampir semua bagian buah pala mengandung senyawa kimia yang bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya dapat membantu mengobati masuk angin, insomnia (gangguan susah tidur), bersifat stomakik (memperlancar pencernaan dan meningkatkan selera makan), karminatif (memperlancar buang angin), antiemetik (mengatasi rasa mual mau muntah), nyeri haid, rematik dll.

2.3. Pertambahan Berat Badan
Pertambahan berat badan mempunyai definisi yang sangat sederhana yaitu peningkatan ukuran tubuh (Hunton, 1995). Pertumbuhan juga dapat diartikan sebagai perubahan ukuran yang meliputi pertambahan berat hidup, bentuk dimensi linier dan komposisi tubuh termasuk komponen- komponen tubuh seperti otak, lemak, tulang, dan organ-organ serta komponen-komponen kimia terutama air dan abu pada karkas (Soeparno,2005). Tillman et al. (1991) juga menambahkan bahwa pada umumnya pertumbuhan juga dinyatakan dengan pengukuran berat badan yang dilakukan dengan penimbangan dan pertambahan berat badan setiap hari,
setiap minggu dan dalam satuan lainnya.

2.4. Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum merupakan jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan sisa pakan (Wahyu,1985). Banyak sedikitnya pakan yang dikonsumsi ayam tergantung dari beberapa faktor, antara lain : sifat genetis, besar tubuh, aktivitas sehari-hari, perkandangan, adanya tidaknya penyakit, tingkat produksi dan kualitas serta kuantitas pakan (Rasyaf, 1992).Selanjutnya konsumsi pakan dinyatakan dengan satuan tertentu (g atau kg) dan dalam waktu tertentu misalnya harian, mingguan atau waktu periode tertentu. Konsumsi pakan merupakan hal yang penting, karena berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan baik untuk hidup pokok maupun produksi (Sunarto, 2002).

2.5. Konversi Ransum
Konversi ransum merupakan ukuran membandingkan antara jumlah pakan yang dihabiskan dengan produksi (telur atau daging) dalam satu satuan waktu yang sama. Konversi pakan banyak digunakan oleh peternak guna mengukur kemampuan ternak dalam memanfaatkan pakan menjadi produk baik daging atau telur. Konversi pakan pada ayam adalah banyaknya pakan yang dihabiskan oleh ayam dalam waktu tertentu untuk memperoduksi telur atau daging (Sarwono, 1991)
Dinyatakan pula bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konversi pakan antara lain : strain, mutu ransum, keadaan kandang, jenis kelamin, adanya penyakit tertentu. Konversi pakan yang didasarkan pada pertambahan bobot badan akan lebih tinggi dari pada yang didasarkan atas produksi telur (Sarwono, 1991).
Konversi pakan dapat digunakan sebagai gambaran efisiensi pakan. Semakin rendah nilai konversi ransum berarti efisiensi penggunaan ransum semakin tinggi, dan semakin tinggi nilai konversi pakan, maka efisiensi penggunaan ransum semakin menurun (Rasyaf, 1990).
Hakim, dkk (1989) menyatakan bahwa untuk mendapatkan produksi telur secara optimal dalam arti konversi pakan bagus, maka pemberian obat cacing mutlak diberikan.
2.6. Persentase Karkas
Karkas unggas adalah hasil pemotongan unggas (ayam) tanpa disertai darah, bulu, kepala, cakar (tulang metatarsus hingga jari-jari kaki), usus, dan giblet (hati, jantung, dan empedal), dan paru-paru masuk ke dalam karkas karena sulit untuk dipisahkan (Yuwanta, 2004).
Persentase karkas ayam adalah bobot tubuh ayam tanpa bulu, darah, kepala, kaki dan organ dalam (visceral) hati, jantung, dan ampela (giblet) dibagi dengan bobot hidup dikali 100%. Faktor yang mempengaruhi berat karkas antara lain umur, galur, jenis kelamin, bobot badan, kualitas, dan kuantitas pakan (Soeparno, 2001).
Ratio antara energi dan protein yang diberikan pada ayam broiler sangat mempengaruhi besarnya perolehan bobot karkas dan persentase karkas ayam broiler (Soeparno, 2001).
Ayam broiler yang mendapatkan pakan dengan level energi meningkat dari 2800 sampai 3200 kcal/kg dan level protein dari 18 sampai 23% akan menghasilkan berat badan, berat karkas, dan persentase berat karkas yang lebih tinggi (Oyedeji dan Atteh, 2005).
Persentase berat karkas merupakan nilai penting dalam menentukan produksi daging unggas. Persentase berat karkas ayam broiler menurut penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti (2001) menyatakan bahwa persentase berat karkas ayam broiler berkisar antara 60 sampai dengan 70%. Demikian juga hasil penelitian Sumartono (2003) yang menyatakan bahwa rata-rata persentase berat karkas ayam broiler 61 sampai dengan 67%.

2.7. Lemak Abdominal
Lemak dalam tubuh merupakan jaringan yang sifatnya dinamis merupakan cadangan energi yang terbentuk dari lemak pakan. Lemak merupakan komponen kimia daging ayam broiler yang paling bervariasi, pada umumnya persentase protein, mineral, dan vitamin menurun apabila persentase lemak naik, oleh karenanya variasi nilai nutrisi daging unggas termasuk broiler dipengaruhi oleh kandungan lemak.Lemak daging yang lazim disebut dengan lemak intramuskular atau marbling merupakan komponen utama daging dan produk daging, karena lemak ikut menentukan nilai nutrisi daging, palatabilitas, dan aroma.
Lemak tubuh ayam broiler berkisar antara 15-20% bobot hidupnya. Lemak perut mempunyai korelasi yang tinggi dengan lemak tubuh dan lemak pada berbagai depot sehingga pengukuran lemak perut dapat digunakan sebagai petunjuk perlemakan dari jaringan-jaringan pada ayam broiler secara keseluruhan (Soeparno, 1992). Kamal (1999) menyatakan bahwa pengukuran produksi lemak dapat dinyatakan dengan dua cara yaitu bobot lemak abdominal dan persentase bobot lemak abdominal. Persentase bobot lemak abdominal adalah perbandingan antara bobot lemak abdominal dengan bobot hidup ayam broiler kemudian dikalikan 100% .
Faktor yang mempengaruhi banyaknya lemak abdominal adalah jenis kelamin, aras protein, dan aras energi. Jumlah lemak dari karkas tergantung pada makanan, umur penyembelihan, dan jenis kelamin. Persentase lemak perut untuk ayam broiler jantan lebih sedikit dari pada ayam broiler betina. Hal ini terjadi karena penggunaan pakan pada ayam broiler jantan lebih efisien untuk pembentukan jaringan otot dari pada jaringan lemak seperti pada ayam broiler betina.Soeparno (1994) menyatakan bahwa kandungan lemak karkas dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain bangsa, jenis kelamin, komposisi ransum, umur dan temperatur lingkungan. Lemak di dalam daging unggas kurang disukai karena sebagian besar adalah tidak jenuh dan depat berpengaruh terhadap rasa keseluruhan, sedangkan sifat lemak dari tubuh dipengaruhi secara nyata oleh sifat dari sumber makanannya.












BAB III. MATERI DAN METODA
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan di kandang percobaan dan dilaboratorium Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Khairun Ternate yang berlokasi di Kelurahan Gambesi Ternate. Sedangkan Waktu praktikum berlangsung selama 4 Minggu mulai dari Tanggal 1 sampai 29 November 2010.
3.2. Alat dan Bahan
a. Praktikum 1 alat dan bahan yang digunakan:
 Alat yang dipergunakan antara lain:
- Timbangan Analitik - Pengaduk
- Kantong Kertas - Gelas Ukur
- pH Meter - Cawan Persolin
- Kertas Lakmus - Oven
- Gelas Kimia - Tanur Listrik
 Bahan yang dipergunakan antara lain:
- Aquades
- pala (Myristica Fragrans Houtt)
b. Praktikum 2 alat dan bahan yang digunakan:
 Alat yang dipergunakan antara lain:
- Timbangan Analitik - Pengaduk
- Kantong Kertas - Gelas Ukur
- pH Meter - Pisau
- Kertas Lakmus - Pipet
- Gelas Kimia - Mikroskop
- Kamera Digital - Objek Glass dan Penutupnya
 Bahan yang dipergunakan antara lain:
- 2 ekor ayam broiler (jantan dan betina) yang dipelihara selama praktikum
- Tissu Gulung


3.3. Cara Kerja
a. Praktikum 1 cara kerjanya antara lain:
1. Mengukur pH Bahan
Timbang bahan 10 gr, masukan dalam aquades 100 ml. Biarkan selama 15 menit kemudian ukur pHnya dengan menggunakan pH meter dan kertas lakmus.
2. Kadar Air dan Bahan Kering (30 menit)
a. kantong kertsa yang telah bersih dan kering ditimbang untuk mengetahui beratnya (a gram)
b. ambil bahan sebanyak 10 - 15 gram dan masukan dalam kantong kertsa tadi, kemudian ditimbang bersam ( b gram)
c. kemudian masukan dalam oven 65 - 700C selama 30 menit.
3. Kadar air dan bahan kering ( 1 jam)
a. cawan porselin yang bersih dimasukan dalam oven pada suhu 1050C selam 2 jam.kemudian di dinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (a gram)
b. sampel sebanyak 1 gram di amsukan kedalam cawan porelin dan di timbang bersama-sama (b gram)
c. kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 1 jam dan setelah kering, didinginkan dalam desikator dan di timbang kembali (c gram).
4. Analisa bahan organic dan abu
a. sampel di tambah cawan dari penetapan kadar air diatas, dimasukan kedalam tanur listirk selama 3 jam pada suhu 6000C.
b. biarkan agak dingin ( suhunya sekitar 2000C ) kemudian masukan kedalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang ( d gram ).

b. Praktikum 2 cara kerjanya antara lain:
1. Performa Ayam Broiler
a. Pertambahan Berat Badan
Pertambahan berat badan diperoleh dari selisih penimbangan berat badan ayam awal perlakuan dengan berat badan pada akhir perlakuan (Anggoroid, 1985).
b. Konsumsi Ransum
Konsumsi pakan diperoleh dengan cara menghitung pakan yang diberikan dikurangi dengan sisa pakan (Anggoroid, 1985).
c. Konversi Ransum
Konversi pakan atau FCR (Feed Converion Ratio) dihitung berdasarkan pakan yang diberikan selama satu minggu dibagi dengan pertambahan berat badan minggu tersebut (Fadilah, 2004).
2. Darah Ayam Broiler
a. Jumlah Total Darah
Ayam dipotong di saluran darah yang utama pada leher yaitu arteri karotis dan vena jugularis kemudian darah ditampung dan diukur menggunakan gelas ukur.
b. pH Darah
Ukur pH darah dengan menggunakan pH meter dan kertas lakmus.
c. Mikroskopis Darah
Amati darah dibawah mikroskopis, gambar bentuk darah yang terlihat (bisa menggunakan kamera digital).
3. Karkas Ayam Broiler
a. Berat Karkas
Berat karkas : berat potong dikurangi dengan berat darah, bulu, kepala, kaki dan jeroan (USDA, 1977).
b. Persentase Karkas
Persentase karkas, yaitu perbandingan antara berat karkas dengan berat potong dikalikan 100%.
4. Daging Ayam Broiler
a. pH Daging
Timbang daging sebanyak 10 gram tambahkan aquades 100 ml dan ukur pH dengan menggunakan kertas lakmus dan pH meter.
5. Persentase Lemak Abdominal
Persentase lemak abdominal dihitung dengan menggunakan rumus: berat lemak abdominal dibagi berat karkas ayam di kalikan 100%.
6. Jeroan
Jeroan berupa hati, jantung dan empedal ditimbang untuk mengetahui beratnya, sedangkan usus selain ditimbang, diukur panjang serta pH usus dan amati mikroba usus.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Nilai Gizi Ransum
Pakan yang baik adalah pakan yang memenuhi nilai gizi yang di butuhkan oleh ternak.untuk mengetahui nilai gizi ransum maka perlu adanya pengujian kadar air,kadar bahan kering,kadar abu,dan PH sehingga dari pengujian itu dapat dipasitkan bahwa ransum tersebut layak untuk bdiberikan ke ternak dan dapat memacu pertumbuhan ternak.
Tabel 1. Kandungan nilai gizi kulit pala yang digunakan selama praktikum
Kulit pala Kadar air Kadar b.kering Kadar abu pH
30 mn 1 jam 30 mn 1 jam lakmus pH m
Segar 67% 70% 33% 30% 89% 3.49 3.5
Kering/Tepung
4.2. Pertambahan Berat Badan
Untuk mengetahui pertambahan berat badan maka perlu diadakan penimbangan berat badan pada tiap minggunya. Data Pertambahan berat badan sajikan dalam bentuk table.
Tabel 2. Pertambahan berat badan ayam broiler selama praktikum (gr)
Ayam Broiler Minggu ke-
1 2 3 4
Kepala 122,2 194 450 405
Sayap kiri 121,3 230 400 420
Kaki kiri 118,5 255 450 550
Polos 122,3 220 360 570
Leher 134,5 225 390 570
Belakang 26,8 - 740 460
Kaki kanan 121,5 261 320 570

Berdasarkan rata-rata hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung kulit pala dalam pakan sampai dengan level 0.5% tidak berpengaruh nyata terhadap bertambahan bobot badan ayam broiler. Menurut Pachman (1982) bahwa untuk memperoleh kenaikan berat badan ayam broiler yang tinggi dibutuhkan konsumsi pakan yang tinggi pula.
 Kurva komulatif

Pada kurva komulatif selalu berbentuk S (sigmoid) diman pada kurva ini terlihat jelas pertumbuhan ayam broiler terus meningkat hingga pada titik maksimal berangsur ansur akan turun. Pada titik ini ayam broiler sudah tidak mengalami pertumbuhan sehingga fase ini disebut dengan fase finisher yang berakhir pada pemanenan.
 Kurfa absolut



 Pertumbuhan relatif
PBBH
PR= X 100%
Bobot Potong

= 345-767.1 x 100%
28
= 2777.9 x 100%
28
= 9.92 %

4.3. Konsumsi Ransum
Tabel 3. Konsumsi ransum ayam broiler selama praktikum

Minggu ke Konsumsi Pakan
Pakan yg diberikan Sisa Pakan Total Pakan
1 2000 540 1,460
2 4000 620 3,380
3 6000 40 5,960
4 8000 - 8000
Konsumsi ransum tiap minggunya terus meningkat sering dengan pertumbuhan, konsumsi ransum juga dipengarui oleh cuaca,apabila cuaca panas (musim panas) ternak cenderung lebih banyak menkonsumsi air dari pada ransum begitu pun sebaliknya apabila cuaca dingin (musim hujan) ternak cenderung lebih banyak makan dari pada minum.




4.4. Konversi Ransum
Table 4. konversi ransum.
Ayam Broiler Minggu ke-
1 2 3 4
Kepala 1.194 1.742 1.324 19.753
Sayap kiri 1.203 1.469 1.49 19.047
Kaki kiri 1.232 1.325 1.702 14.545
Polos 1.193 1.536 1.655 14.035
Leher 1.085 1.502 1.528 14.035
belakang 5.447 - 8.054 17.391
Kaki kanan 1.201 1.295 1.862 14.035

Konversi pakan berhubungan dengan konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Konversi pakan yang tidak berbeda nyata disebabkan karena konsumsi pakan dan pertambahan berat badan yang tidak berbeda nyata. Karena konversi pakan diperoleh dari pembagian konsumsi pakan dengan pertambahan berat badan. Zat-zat yang terdapat didalam tepung kulit pala belum dapat menstimulasi proses pencernaan pakan Untuk dapat mengkonversikan pakan menjadi daging secara optimal.
4.5. Persentase Karkas
Tabel 5. Persentase karkas ayam broiler
Persentase berat karkas merupakan nilai penting dalam menentukan produksi daging unggas.
Ayam Broiler Berat Potong Berat Karkas % Karkas
Betina 1,045 1,031 89
jantan 1,002 993 99

Persentase karkas ayam adalah bobot tubuh ayam tanpa bulu, darah, kepala, kaki dan organ dalam (visceral) hati, jantung, dan ampela (giblet) dibagi dengan bobot hidup dikali 100%. Faktor yang mempengaruhi berat karkas antara lain umur, galur, jenis kelamin, bobot badan, kualitas, dan kuantitas pakan (Soeparno, 2001).
Dari hasil praktikum menunjukkan bahwa presentase karkas ayam broiler jantan lebih besar dari pada betina
4.6. Persentase Lemak Abdominal
Lemak daging yang lazim disebut dengan lemak intramuskular atau marbling merupakan komponen utama daging dan produk daging, karena lemak ikut menentukan nilai nutrisi daging, palatabilitas, dan aroma.
Tabel 6. Persentase lemak abdominal ayam broiler
Ayam Broiler Berat Lemak Abdominal Berat Karkas Persentase Lemak Abdominal
Betina 14 993 1.409869
Jantan 10 1031 0.969932
Lemak tubuh ayam broiler berkisar antara 15-20% bobot hidupnya. Dari hasil penelitian pada ayam betina memiliki berat lemak abdominal 14 gr dengan presentase lemak 1.409869 dan pada jantan memiliki berat lemak abdominal 10 gr dwngan presentase lemak 0.969932. dari hasil presentase lemak abdominal tersebut menunjukkan bahwa ayam broiler tersebut memiliki lemak yang sedikit.
4.7. pH Darah
pH normal untuk ayam broiler yaitu berkisar antara 6-7, pabiala pH melebihi dari angka tersebut maka ayam broiler tersebut tergolong dalam abnormal.
Tabel 7. pH darah ayam broiler
Ayam Broiler pH
Jantan 7.87
Betina 7,88
Dari hasil penelitian pH darah ayam broiler jantan 7,87 dan betina 7,88,kedunya masih tergolong dalam pH darah normal.
4.8. pH Daging
Untuk mengetahui kualitas daging perlu dilakukan adanya pemeriksaan kualitas fisik pada daging ayam dengan cara mengukur PH daging.
Tabel 8. pH daging ayam broiler
Ayam Broiler pH
Jantan 6.36
Betina 6.33
pH normal untuk daging ayam broiler yaitu berkisar antara 6-7( anggorodi 1985).drajat keasaman ini sangat di pengaruhi oleh kondisi ayam sebelum dipotong karena drajat keasaman tergantung dari kadar glikogen dan kadar asam laktat padasaat pemotongan. Drajat keasaman yang sangat tinggi akan menurunkan kualitas daging karena drajat keasaman yang tinggi memudahkan mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang. Dalam praktikum di peroleh PH daging ayam broler jantan 6,36 dan betina 6,33. Hasil ini tergolong dalam PH normal sehingga pada daging ayam broiler tersebut menunjukkan kualitas yang baik.
4.9. Mikroskopis Darah
Kode foto untuk Jantan = 2810/2811
Kode foto untuk Betina = 2800/2809




4.10. Berat Jeroan
Pada umumnya jeroan di anggap sebagai limbah ternak, jeroan tersebut seperti hati, empedu, jantung, empedal, usus, dan tembolok. Untuk jeroan ayam broiler tidak ada perbedaan antara ayam jantan dan betina baik bentuk, warna maupun ukuranya kecuali ayam broiler tersebut mengalami kelainan. Berat jeroan dalam praktikum di sajikan dalam bentuk table.
Table 9. berat jeroan
Ayam Broiler Hati Empedu Jantung Empedal Usus Tembolok
Betina 36 - 7 43 62 -
Jantan 33 - 7 45 56 -
















BAB V
PENUTUP
5.1 kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa :
1. Tepun kulit pala mampu meningkatkan kekebalan tubuh namun tidak berpengaruh pada pertambahan berat badan.
2.

5.2 Saran
Adapun saran dalam melakukan praktikum ini yaitu perlu di lakukanya pengujian lanjutan terkait dengan pemberian tepung kulit pala pada ternak ayam broiler dengan persentase kulit pala 0,5% tidak memberikan pengaruh yang berarti oleh karena itu diharapkan pada praktikum pertumbuhan dan perkembangan selanjuntnya mungkin persentase kulit palanya di naikkan. Dan lebih memperhatikan menejmen pemeliharaanya.

















LAMPIRAN

1. Nilai Gizi Daun Kemangi
 Kulit pala segar
a. Mengukur pH bahan :
- pH meter : 3,49
- Kertas lakmus :3,5
b. Kadar air dan bahan kering (30 Menit)
(a) : Berat kantong kertas kosong = 3,07 gr
(b) : Berat kantong kertas + sample sebelum oven = 13,39 gr
(c) : Berat kantong kertas + sample setelah oven = 6,42 gr
Rumus :

Kadar air = b – c x 100%
b – a

= 13,39-6,42 x 100%
13,39-3,07

= 6,97 x 100%
10,32

= 67%

Kadar Bahan Kering = 100% - Kadar Abu
= 100% – 67%
= 33%

c. Kadar air dan bahan kering (1 jam)
(a) : Berat cawan kosong = 36,87 gr
(b) : Berat cawan + sample sebelum oven = 38,34 gr
(c) : Berat cawan + sample setelah oven = 37,20 gr

Rumus :

Kadar air = b – c x 100%
b – a

= 38,34-37,20 X 100%
38,34-36,87

= 1,14 x 100%
1,47

= 70%

Kadar Bahan Kering = 100% - Kadar Air
= 100% – 70
= 30%
d. Analisa bahan organik dan abu
(a) : Berat cawan kosong = 36,87 gr
(b) : Berat cawan + sample sebelum oven = 38,34 gr
(d) : Berat cawan + sample setelah tanur = 38,18 gr

Rumus :

Kadar air = d – a x 100%
b – a

= 38,18-36,87 x 100%
38,34-36,87

= 1,31 x 100%
1,47

= 89%


Kadar Bahan Kering = 100% - Kadar Abu
= 100% – 89%
= 11%

Data pertambahan berat badan tiap minggu

Ayam
1 2 3 4 5
Kepala 28,8 151 345 705 1200
Sayap kiri 28,7 150 380 780 1200
Kaki kiri 26,5 145 400 750 1300
Polos 27,7 150 370 730 1300
Leher 30,10 165 390 780 1350
Belakang 26,8 - - 740 1200
Kaki kanan 27,5 194 410 730 1300


Data konsumsi pakan

Minggu ke Konsumsi Pakan
Pakan yg diberikan Sisa Pakan Total Pakan
1 2000 540 1,460
2 4000 620 3,380
3 6000 40 5,960
4 8000 - 8000

























Timbangan Elektric PH Meter













Pencampuran Pakan SP 11 dan tepung kulit pala Pemberian tepung kulit pala pada ternak














Penimbangan Pakan tiap Minggu Penimbangan Ternak Ayam Tiap Minggu















Penimbangan bobot Hidup Pemotongan Ternak
















Pembersihan Bulu pada Ayam Pembongkaran Jeroan pada Ternak Ayam